Sepakbola memang memiliki daya tarik
yang begitu luar biasa, sebab kita telah mengamati sendiri bahwa hampir separuh
manusia Indonesia memiliki kegemaran bermain bola, menonton bola, dan menjadi
supporter bola. Sepakbola telah merambah ke seluruh aspek kehidupan tanpa
mengenal identitas baik kalangan feminim, muda sampai tua dan juga kadang
dijadikan sebagai propaganda politik, budaya, agama, dan sebagainya. Berbagai
macam peristiwa atau drama telah terjadi dalam dunia sepakbola, sehingga
sepakbola bukan sekedar olahraga yang menjadi hobby atau profesi namun juga
adalah pertarungan harga diri bangsa diatas pentas dunia.
Sepakbola bukan lagi menjadi olahraga
para proletariat tapi juga menjadi olahraga para borjuis, dan dibalik itu
sesungguhnya sepakbola telah menggambarkan peristiwa-peristiwa kepentingan tertentu
masa lalu atau yang akan datang melalui agama, sosial, politik dan budaya.
Sehingga sepakbola dari dulu tidak terlepas dari sebuah kepentingan, bahkan
kalangan elitis telah memanfaatkan momen ini untuk meraup keuntungan melalui
publikasi, sponsor, dan sebagainya. Hal tersebut seakan menandakan bahwa
sepakbola hari ini telah menjadi salah satu produk globalisasi. Maka kita
jangan heran jika sepakbola telah menjadi kehidupan yang elitis, lihatlah
interaksi yang dilakukan oleh para supporter, pemilik klub, pemain, dengan
pernak-pernik kemewahan nan olek.
Lain lagi pada hari ini, sepakbola
dimanfaatkan oleh segelintir orang menjadi lahan bisnis dan komersialisasi,
mulai dari penjualan sepatu, asesoris, dan jersey klub-klub top dunia, tidak
hanya laki-laki yang meminati bahkan perempuan saat ini pun dilanda demam
jersey sepakbola. Hampir setiap hari tayangan atau cuplikan pertandingan
sepakbola menjadi berita yang ditunggu-tunggu oleh penggemar bola. Di café atau
warung kopi telah marak perkumpulan supporter tim top dunia yang begitu fanatik
dengan beragam asesoris sambil menunda tidur hanya demi menunggu tim
kesayangannya bertanding dengan semangat dan euphoria .
Semua aktivitas tersebut merupakan
hak asasi manusia yang tidak boleh digubris, dan terlepas dari semua gambaran
sepakbola yang terjadi saat ini, yang menarik ditanah air ialah sampai kapan
kita melihat timnas Indonesia tidak berdaya menghadapi lawan-lawannya. Apakah
kita ingin menjadi penonton abadi dan pendukung Negara lain ?
Negara Indonesia memiliki sumber daya
manusia terbesar ketiga didunia. Sehingga kadang kita bertanya, mengapa sekian
banyaknya penduduk Indonesia, PSSI tidak bisa memilih manusia dan membentuk kesebelasan
yang kuat atau mampu bersaing dengan Negara-negara hebat dalam sepakbola dunia.
Apa yang kurang dari tim sepakbola kita ? Pembinaan usia muda berjalan dan
banyak, bahkan pemain-pemain muda dibawah umur sekitar 17 tahun telah
menorehkan prestasi tingkat dunia, tetapi mengapa setelah mereka melewati usia
itu mereka tidak mampu melanjutkan prestasi yang mereka raih pada saat itu.
Bahkan ada yang dikirim khusus untuk menimba ilmu dan pengalaman keluar negeri
untuk mengasah skill atau kemampuannya. Berbicara tentang fisik pun pemain
Indonesia banyak juga yang tinggi dan stamninanya kuat serta skill yang lumayan
hebat. Jadi mengapa timnas Indonesia belum mampu berprestasi ?
Berbagai upaya yang telah dilakukan
sampai pada proses naturalisasi pemain keturunan Indonesia, namum sampai sejauh
ini belum memberikan perubahan yang berarti. Untuk ditingkat asia tenggara kita
selalu dihalangi oleh Thailand atau Malaysia di putaran final, apalagi
ditingkat Asia timnas Indonesia pulang lebih awal di fase penyisihan. Belum
lagi supporter yang sering bentrok, pemain yang saling tinju atau wasit yang di
pukul dan gaji pemain dan pelatih yang tertunda serta pemain yang mogok
bertanding atau berlatih. Meskipun sebenarnya timnas negara lain yang hebat sekalipun
juga sering ada yang melakukan tindakan seperti itu namun di Indonesia belum menunjukkan
tanda-tanda perubahan yang baik. Ditambah lagi dengan kasus meninggalnya pemain
asing yang dikarenakan tidak mampu membiayai perobatan dirumah sakit sebab
gajinya belum dibayar oleh klubnya. Mereka layaknya “TKI” yang bekerja di
negeri kita demi kelangsungan hidupnya dan keluarganya. Selain itu, sepakbola Indonesia telah dirasuki
kepentingan politik, ini dibuktikan
terjadinya dualisme penyelenggara liga Indonesia.
Kongres luar biasa PSSI yang
dilaksanakan kemarin (17/3/2013) di Hotel Borobudur Jakarta akhirnya dapat
menyatukan kembali dualisme yang terjadi dalam tubuh persepakbolaan tanah air
selama ini. Proses penyatuan tersebut tentu sangat menguras tenaga dan pikiran,
apalagi bukan hanya sekali dilakukan inisiatif tersebut namun telah
berkali-kali. Bahkan berkali-kali pula PSSI mendapat teguran dari FIFA untuk
menyelesaikan persoalan dualisme tersebut. Dengan berakhirnya dualisme tersebut,
tentu kabar ini merupakan angin segar buat kita semua, baik pemain maupun
pecinta bola dan masyarakat Indonesia. Meskipun sempat terjadi kericuhan diluar
arena kongres namun tidak menghalangi PSSI untuk melanjutkan agenda Kongres
PSSI.
Dengan berakhirnya dualisme, maka
KPSI juga dibubarkan dan liga Indonesia ISL dan IPL kemudian disatukan tahun
depan dengan mengambil 18 tim dari ISL dan 4 tim dari IPL. Tentu 18 tim dari ISL
adalah yang menempati posisi 1 sampai 18 klasmen akhir dan begitu pula IPL
dengan 4 tim urutan 1 sampai 4 pada klasmen akhir liga tersebut.
Berita gembira tersebut, belum bisa
dijadikan sebagai dasar untuk mengatakan PSSI telah aman dari segala
kepentingan tertentu dan keluar dari ancaman sanksi dari FIFA sebagai federasi
sepakbola dunia, sebab kita ketahui bahwa proses terjadinya dualisme tentu
terdapat permainan politik oleh sebagian oknum yang menjadikan sepakbola
sebagai arena politik. Sangat
disayangkan jika pada kenyataan nantinya yang menduduki jabatan strategis di
tubuh PSSI belum mampu menghilangkan kepentingan politik tertentu. Terlepas
dari kekhawatiran itu, tentu kita berharap setelah kongres, PSSI dapat memulai
dari awal dengan agenda yang matang sesuai apa yang telah dipaparkan oleh
anggota PSSI yang disetujui peserta kongres kemarin. Sehingga perlahan tapi pasti, sepakbola Indonesia bisa
berkembang dan menunjukkan kemampuan yang terbaik di pentas dunia.
Sepertinya kita perlu menunggu drama
apa lagi yang akan terjadi di dunia ini lewat sepakbola sambil menanti
sepakbola Indonesia bisa berjaya.
Penulis (Irsan) adalah Mahasiswa Ilmu Perpustakaan Fakultas
Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar
Penulis (Irsan) adalah Mahasiswa Ilmu Perpustakaan Fakultas
Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar