(Refleksi Hari Buku Nasional 17 Mei
2013)
Peringatan hari buku
nasional yang jatuh pada tanggal 17 Mei 2013, mungkin tidak sepopuler dengan
perayaan hari lain seperti valentine day atau peringatan hari lainnya. Bahkan mungkin
saja ada yang tidak tahu bahwa 17 mei adalah peringatan hari buku nasional.
Hari ini juga di peringati sebagai hari kelahiran perpustakaan nasional yang ke
33 sejak dibangun pada 17 Mei 1980.
Buku dan perpustakaan tidak bisa
dipisahkan karena keduanya memiliki keterkaitan, perpustakaan tidak terlepas
dari kumpulan bahan pustaka dan secara etimologi perpustakaan berasal dari kata
pustaka yang berarti kitab, buku atau naskah. Sehingga buku merupakan unsur
utama berdirinya sebuah perpustakaan. Saat ini perkembangan perbukuan di
Indonesia cukup pesat meskipun jika di bandingkan dengan jumlah penduduk dan
ketersediaan di masyarakat masih minim. Laju perkembangan tersebut juga
memperngaruhi perkembangan perpustakaan, apalagi dengan melimpahnya informasi saat
ini baik yang tercetak maupun digital. Hal ini bisa dilihat dari munculnya
digital library di dunia maya.
Saat ini, perpustakaan hadir sebagai
salah satu wadah yang mulai berkembang pesat, hal ini bisa dilihat dengan
bertambah banyaknya perpustakaan baik yang umum, instansi, khusus maupun
pribadi. Namun kuantitas perpustakaan tidak di imbangi dengan pengelolah
perpustakaan atau yang biasa disebut pustakawan. Selain itu, profesi pustakawan juga masih di
pandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat. Masih adanya pandangan yang
kurang apresiatif dari masyarakat di timbulkan oleh streotipe atau persepsi
bahwa pustakawan hanya bertugas untuk mengatur atau menyusun buku saja. Padahal
jika diamati, menjadi pustakawan bukanlah hal yang mudah sebab banyak kemampuan
atau skill yang harus dimiliki melalui pendidikan perpustakaan atau Ilmu
Perpustakaan. Meskipun saat ini, jika merujuk pada UU No 43 tahun 2007 tentang
perpustakaan, identitas pustakawan masih bisa didapatkan jika pernah mengikuti
pelatihan kepustakawan. Namun Jika aturan ini masih diberlakukan, hal ini tentu
menjadikan profesi ini dianggap remeh.
Adanya citra yang buruk terhadap profesi
pustakawan dan perpustakaan juga di sebabkan oleh adanya kebijakan dari
pemerintah atau pemegang kebijakan dalam menempatkan pegawai bermasalah di
perpustakaan. Kasus yang terakhir dan sempat hangat ialah kebijakan Gubernur
Jakarta Jokowi yang menempatkan mantan walikota Jakarta Selatan sebagai Kepala
Badan Perpustakaan dan Arsip Kota Jakarta. Hal ini sempat melahirkan sikap yang
pro dan kontra di dunia perpustakaan beberapa bulan yang lalu. Pada dasarnya
keputusan tersebut sangat meresahkan pustakawan yang merupakan alumni ilmu
perpustakaan apalagi mahasiswa sebagai calon pustakawan sebab telah dijelaskan
di dalam UU Perpustakaan bahwa posisi jabatan Kepala Perpustakaan semestinya di
duduki oleh pustakawan itu sendiri.
Terlepas dari persepsi masyarakat yang pro dan kontra tentang persoalan
itu, tentu keputusan tersebut terkesan memandang sebelah mata profesi pustakawan
dan perpustakaan. Bukan hanya di Jakarta bahkan di banyak daerah di Indonesia
masih di kepalai orang-orang yang tidak memiliki basic perpustakaan.
Kebijakan itu diputuskan oleh kepala daerah dan biasanya dilakukan pada saat
mutasi jabatan.
Sungguh ironis, perpustakaan yang
mestinya dijadikan sebagai alat pembangunan sumber daya manusia sekaligus
mencerdaskan kehidupan bangsa belum sepenuhnya menjadi perhatian di
daerah-daerah. Jika kita melihat kondisi perpustakaan di berbagai daerah di
Indonesia terkhusus di Sulawesi Selatan, meskipun sebagian daerah telah
memenuhi standar koleksi, sarana, prasarana, dan pelayanan namun juga sebagian
perpustakaan daerah masih memprihatinkan. Namun jika mengacu pada jumlah
pemustaka atau pengunjung, bisa dikatakan masih kurang. Kebanyakan yang
berkunjung hanyalah pelajar atau mahasiswa dan untuk kalangan masyarakat umum
sangatlah kurang. Di tambah lagi pustakawan yang ada di perpustakaan daerah
setiap kabupaten/kota di Sulawesi Selatan masih sangat minim, bahkan masih ada
perpustakaan yang tidak memiliki pustakawan yang memang berasal dari alumni
ilmu perpustakaan. Belum lagi di sekolah-sekolah, perpustakaan hanya di kelola
guru yang kurang jam mengajarnya atau yang bermasalah bahkan parahnya lagi jika
perpustakaan sekolah hanya buka sekali dalam seminggu.
Bertepatan dengan hari buku nasional
ini, kita bisa merenungkan bahwa peran dan fungsi perpustakaan akan lebih
maksimal jika unsur-unsur perpustakaan telah ideal terutama pada tenaga
pengelola yakni pustakawan. Baik atau buruknya perpustakaan, ini tergantung
dari orang-orang yang ada di perpustakaan sehingga jika perpustakaan telah
dikelola oleh orang yang professional di bidangnya maka yakinlah bahwa
perpustakaan lebih mampu menarik simpati masyarakat berkunjung ke perpustakaan
dan gemar membaca.
Irsan (Penulis) Adalah Mahasiswa Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab
dan Humaniora
Tidak ada komentar:
Posting Komentar