(6 Juli 2013, 40 Tahun Ikatan
Pustakawan Indonesia)
Sapaan diatas sekaligus merupakan
pertanyaan kepada pustakawan di Seluruh Indonesia, terutama lagi kepada Ikatan Pustakawan
Indonesia (IPI) sebagai asosiasi profesi pustakawan. Selagi masih bisa menyapa
melalui tulisan ini, saat itu pula kita masih berharap akan mendengar kabar
pustakawan di kemudian hari. Bertepatan pada tanggal 6 Juli 2013, usia IPI
(Ikatan Pustakawan Indonesia) telah memasuki 40 tahun dengan beragam dinamika dan
tantangan zaman yang telah dan saat ini dijalani. Usia tersebut bukan lagi masa
yang muda jika di ibaratkan umur manusia telah memasuki babak kedua.
Berbagai perjalanan dan pengalaman telah dilalui hingga pada akhirnya telah melahirkan sebuah karya-karya yang tidak dapat dihitung. Menarik juga bahwa dalam Islam usia 40 tahun adalah usia yang memiliki keistimewaan. Usia 40 tahun disebut (dalam Q.S. Al-Ahqaaf:15) sebagai puncak kematangan fisik, intelektual, emosional, karya maupun spiritual. Usia ini memasuki kedewasaan yang mapan, stabil dan kokoh dan tentu perilaku sampai pada usia ini menjadi ukuran bagi usia selanjutnya. Seperti halnya dengan IPI jika kita korelasikan dengan tafsir tersebut.
Berbagai perjalanan dan pengalaman telah dilalui hingga pada akhirnya telah melahirkan sebuah karya-karya yang tidak dapat dihitung. Menarik juga bahwa dalam Islam usia 40 tahun adalah usia yang memiliki keistimewaan. Usia 40 tahun disebut (dalam Q.S. Al-Ahqaaf:15) sebagai puncak kematangan fisik, intelektual, emosional, karya maupun spiritual. Usia ini memasuki kedewasaan yang mapan, stabil dan kokoh dan tentu perilaku sampai pada usia ini menjadi ukuran bagi usia selanjutnya. Seperti halnya dengan IPI jika kita korelasikan dengan tafsir tersebut.
Terlepas dari peringatan tersebut,
tentu kita juga perlu merefleksi perjalanan dunia kepustakawanan Indonesia yang
selama ini kurang menjadi buah bibir di publik, hanya menjadi semarak di
telinga antar pustakawan atau pengelola perpustakaan. Mungkin kita masih ingat
kebijakan Jokowi yang mengangkat Mantan Walikota Jaksel sebagai Kepala
Perpustakaan Jakarta. Pengangkatannya menuai pro dan kontra, tetapi bagi
pustakawan tentu mayoritas tidak setuju dengan kebijakan tersebut. Apa dikata,
penolakan penempatan bukan bidangnya atau penempatan pegawai bermasalah di
perpustakaan telah terjadi diberbagai daerah di seluruh Indonesia dari dulu.
Tentu saja, pro dan kontra itu hanya terdengar oleh para pustakawan, bagi
masyarakat umum hal itu tidak penting untuk diurusi karena bukan bidangnya.
Beda dengan masalah BBM atau Korupsi yang begitu santer terdengar di tolak oleh
masyarakat. Di tambah lagi bahwa pustakawan dibawah naungan IPI tidak terlalu
massif dalam menentang kebijakan yang sepertinya melecehkan profesi, padahal
ada legalitas hukum yang mengatur pengangkatan kepala perpustakaan atau
pustakawan dalam UU No 43 Tahun 2007. Meskipun punya landasan hukum, akan
tetapi sepertinya pemegang kebijakan belum membacanya atau pura-pura tidak tahu
adanya Undang-Undang Perpustakaan yang mengatur hal itu.
Banyak tantangan yang di hadapi oleh
pustakawan di era yang semakin hari semakin berubah, berubah karena
perkembangan teknologi informasi, berubah karena pergeseran budaya atau
kebiasaan manusia bahkan berubah karena berbagai persoalan kompleks bangsa.
Lantas bagaimanakah upaya pustakawan mengahadapi itu semua, mengikuti atau
membuat arus lain (Inovasi dan kreativitas) adalah pilihan yang harus dilakukan
sebab tanpa reaktif, adaptif dan solutif dengan perubahan itu, pustakawan tak
akan lagi bisa bergerak untuk mencerdaskan bangsa dan perpustakaan akan menjadi
gedung kokoh yang tak bermakna di tengah-tengah masyarakat.
Sungguh mulia tugas pustakawan, ini
bukan sekedar ucapan tetapi memang adalah realita yang sudah semestinya
tertanam di dalam diri masing-masing pustakawan. Pustawakan adalah orang yang
mampu membangkitkan seorang tokoh intelektual dunia manapun untuk bisa hidup
kembali dan berdiskusi/berdialog dengan para pengunjungnya (pemustaka) melalui
membaca buku di perpustakaan. Seperti kutipan kata Rene Descartes membaca buku
bagus seperti bercakap-cakap dengan orang-orang hebat dari abad-abad terdahulu.
Bolehlah kita mengatakan bahwa melalui pustakawan yang memiliki tugas
melestarikan karya/peradaban dan
melayani sumber pengetahuan/informasi, orang-orang menjadi cerdas dan hal ini
sepatutnya diapresiasi oleh masyarakat umum sehingga tidak memandang profesi
pustakawan dengan sebelah mata. Yang terpenting pula adalah optimisme dan
keinginan terus berkarya secara ikhlas serta memaknai arti kepustakawanan oleh pustakawan
harus terus dipupuk. Adalah tanggung jawab sebuah asosiasi pustakawan yang
menamakan dirinya IPI untuk mewujudkan hal tersebut. Dan semoga saja kedepannya
citra pustakawan menjadi lebih baik dan mendapat sanjungan positif dari
masyarakat sehingga kelak masyarakat juga bisa berteriak menentang membantu
pustakawan seperti penolakan kenaikan BBM jika terjadi ketidakadilan atau
persoalan di dunia perpustakaan dan kepustakawanan.
Penulis (IRSAN)
adalah Alumni Jurusan Ilmu Perpustakaan UIN Alauddin dan Persatuan Pemerhati
Perpustakaan, Taman Baca, dan Minat Baca Masyarakat (PERTAMA)
bagus tulisannya.. mengajak kita tetap optimis...
BalasHapusMakasih Bung Mustapha... silahkan di share.. jika bermanfaat...
BalasHapus