Sabtu, 13 April 2013

Lulus UN: Peningkatan Mutu atau Pencitraan Mutu

Di muat di Tribun Timur, 13 April 2013 oleh  Muh. Kayyis B (Ketua HmI Kom. Adab) epaper klik disini

Mutu pendidikan adalah salah satu indicator kemajuan bangsa. Melihat pendidikan di Indonesia sama halnya menonton pertandingan ulang sebuah pertandingan sepakbola, yang proses dan hasilnya sudah dapat ditebak dengan margin error yang tidak terlalu jauh. Hal seperti ini menimbulkan pertanyaan besar dalam benak sebagian orang yang masih peduli pada pendidikan di negeri ini. apa sebenarnya arah dan tujuan dari pola pendidikan yang telah berlangsung selama ini. Bagi sebagian orang hal ini malah diperparah dengan menjadikan pendidikan sebagai salah satu lahan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Komersialisasi pendidikan, istilah yang selama ini digaungkan oleh aktivis pendidikan yang tidak sepakat dengan segala kebijakan pemerintah yang kadang tidak bijak seperti UU BHP, yang paling sering menjadi bahan pembicaraan yang erat kaitannya dengan komersialisasi pendidikan. dan masih banyak lagi polemic yang berkaitan dengan pendidikan di negeri ini.


Salah satu polemic yang sering timbul menjelang kuartal pertama dalam kalender pendidikan adalah tahap akhir bagi para pelajar ditingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Akhir yaitu Ujian Nasional. Ujian Nasional atau yang dulunya dikenal dengan nama lain tapi dengan bentuk yang sama adalah sebuah jenjang final sebagai penentuan lulus atau tidaknya seorang peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya atau hanya sekedar memperoleh ijazah untuk berjuang dalam dunia kerja. UN meskipun merupakan salah satu terobosan yang ditelurkan oleh pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan, masih merupakan bahan pembicaraan oleh para pemerhati pendidikan. UN sering diibaratkan sebagai jalan pintas untuk melihat prestasi belajar peserta didik selama mengikuti pendidikan di sekolah formal. Tidak ada pengecualian atau pertimbangan saat UN, entah siswa tersebut selama sekolah adalah anak yang sering memberikan porestasi secara pribadi maupun membawa nama sekolah, jika tak lulus UN maka tak lulus.

Dalam pelaksanaannya Ujian Nasional mampu menghentikan segala bentuk ketidakdisiplinan siswa selama bersekolah. mereka yang sebelumnya malas, dengan ancaman tidak lulus UN akan sertamerta berubah menjadi orang paling rajin di sekolah. Siswa yang dulunya acak-acakan dan bertindak semaunya, dengan iming-iming lulus UN mampu menyulap dirinya menjadi sosok siswa yang tidak punya cacat dalam berpakaian. namun UN tidak selamanya menimbulkan efek-efek bias baik seperti itu. terkadang UN juga menimbulkan bentuk-bentuk kejahatan terselubung yang baru. salah satunya adalah mencari jalan pintas untuk lulus dengan jalan yang dianggap layak untuk situasi seperti itu.

UN juga menjadi salah satu ukuran kualitas sekolah. jika jumlah siswa yang dinyatakan lulus lebih banyak dari yang gagal, maka sekolah tersebut dinyatakan berkualitas. apalagi jika jumlah mereka mencapai 100 persen kelulusan, maka sekolah tersebut akan diserbu oleh para pendaftar untuk calon siswa baru. dengan kondisi seperti ini, maka setiap tahunnya sekolah berusaha untuk memberikan segala fasilitas yang diperlukan bagi para siswanya agar mampu menjalani UN dengan hasil yang sempurna. bahkan tak jarang mereka menghalalkan segala cara agar semua siswanya mampu lulus dalam Ujian Akhir tersebut, entah itu dengan menunjuk salah satu siswa di setiap ruangan sebagai bank jawaban pada saat teman-temannya mengalami kesulitan, ataukah cara lain yang ujungnya memberikan manfaat instan bagi mereka.

sebuah ironi memang melihat Ujian akhir yang seharusnya dinyatakan sebagai indicator peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia namun dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa hal yang kurang mengenakkan. hal ini sebagian besar terjadi karena Ujian Nasional hanya dianggap sebagai kompetisi instan tahunan yang tidak memiliki tindak lanjut berarti setelah dilaksanakan. evaluasi terhadap pelaksanaan UN juga hanya menjadi sia-sia belaka karena tidak pernah menjadi bahan pelajaran bagi UN selanjutnya. karena seperti yang bisa dilihat saat ini, UN hanyalah menjadi ajang pencitraan bagi sekolah agar dalam tahun ajaran selanjutnya mampu menarik siswa baru sebanyak-banyaknya.

Namun ada satu hal yang menggelitik dari pikiran saya tentang Ujian Akhir ini. Karena Ujian akhirpun menjadi jalan taubat baru bagi para siswa. Kengerian tak lulus UN bahkan lebih berbahaya dibandingkan datangnya hari Kiamat yang katanya tahun 2012 lalu. tak lulus UN bisa menjatuhkan martabat seorang siswa, menghilangkan kepercayaan diri, menimbulkan frustasi bahkan menjadi sebab utama untuk mengakhiri hidup. berbondong-bondong para siswa melakukan tobat massal, bahkan ada beberapa sekolah yang memberikan media untuk menampung aspirasi taubat para siswanya dengan melaksanakan tabligh akbar, memberikan sumbangan ke panti asuhan dengan harapan didoakan agar diluluskan atau sekedar melaksanakan malam renungan dengan mengundang tokoh agama yang punya keahlian mengucurkan air mata manusia agar ingat pada dosa-dosanya. saking ngerinya tak lulus UN, beberapa siswa sampai menziarahi beberapa makam ulama-ulama hanya untuk minta diluluskan UN. jadi jangan heran kalau dalam waktu dekat ini anda mendapatkan kiriman pesan singkat bernada kurang lebih seperti ini “Maafkan segala kesalahan saya selama ini. Itu semua hanyalah kekhilafan dari seorang hamba yang tak berdaya…..Mohon do’anya agar saya diluluskan Ujian Akhir tahun ini…..Amin”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar