Mutu pendidikan adalah salah satu indicator kemajuan bangsa. Melihat pendidikan di Indonesia sama halnya menonton pertandingan ulang sebuah pertandingan sepakbola, yang proses dan hasilnya sudah dapat ditebak dengan margin error yang tidak terlalu jauh. Hal seperti ini menimbulkan pertanyaan besar dalam benak sebagian orang yang masih peduli pada pendidikan di negeri ini. apa sebenarnya arah dan tujuan dari pola pendidikan yang telah berlangsung selama ini. Bagi sebagian orang hal ini malah diperparah dengan menjadikan pendidikan sebagai salah satu lahan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Komersialisasi pendidikan, istilah yang selama ini digaungkan oleh aktivis pendidikan yang tidak sepakat dengan segala kebijakan pemerintah yang kadang tidak bijak seperti UU BHP, yang paling sering menjadi bahan pembicaraan yang erat kaitannya dengan komersialisasi pendidikan. dan masih banyak lagi polemic yang berkaitan dengan pendidikan di negeri ini.
Salah satu polemic yang sering timbul menjelang kuartal pertama
dalam kalender pendidikan adalah tahap akhir bagi para pelajar ditingkat
Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Akhir yaitu Ujian
Nasional. Ujian Nasional atau yang dulunya dikenal dengan nama lain tapi dengan
bentuk yang sama adalah sebuah jenjang final sebagai penentuan lulus atau
tidaknya seorang peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan
selanjutnya atau hanya sekedar memperoleh ijazah untuk berjuang dalam dunia
kerja. UN meskipun merupakan salah satu terobosan yang ditelurkan oleh
pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan, masih merupakan bahan
pembicaraan oleh para pemerhati pendidikan. UN sering diibaratkan sebagai jalan
pintas untuk melihat prestasi belajar peserta didik selama mengikuti pendidikan
di sekolah formal. Tidak ada pengecualian atau pertimbangan saat UN, entah
siswa tersebut selama sekolah adalah anak yang sering memberikan porestasi
secara pribadi maupun membawa nama sekolah, jika tak lulus UN maka tak lulus.
Dalam pelaksanaannya Ujian Nasional mampu menghentikan segala
bentuk ketidakdisiplinan siswa selama bersekolah. mereka yang sebelumnya malas,
dengan ancaman tidak lulus UN akan sertamerta berubah menjadi orang paling
rajin di sekolah. Siswa yang dulunya acak-acakan dan bertindak semaunya, dengan
iming-iming lulus UN mampu menyulap dirinya menjadi sosok siswa yang tidak
punya cacat dalam berpakaian. namun UN tidak selamanya menimbulkan efek-efek
bias baik seperti itu. terkadang UN juga menimbulkan bentuk-bentuk kejahatan
terselubung yang baru. salah satunya adalah mencari jalan pintas untuk lulus
dengan jalan yang dianggap layak untuk situasi seperti itu.
UN juga menjadi salah satu ukuran kualitas sekolah. jika jumlah
siswa yang dinyatakan lulus lebih banyak dari yang gagal, maka sekolah tersebut
dinyatakan berkualitas. apalagi jika jumlah mereka mencapai 100 persen
kelulusan, maka sekolah tersebut akan diserbu oleh para pendaftar untuk calon
siswa baru. dengan kondisi seperti ini, maka setiap tahunnya sekolah berusaha
untuk memberikan segala fasilitas yang diperlukan bagi para siswanya agar mampu
menjalani UN dengan hasil yang sempurna. bahkan tak jarang mereka menghalalkan
segala cara agar semua siswanya mampu lulus dalam Ujian Akhir tersebut, entah
itu dengan menunjuk salah satu siswa di setiap ruangan sebagai bank jawaban
pada saat teman-temannya mengalami kesulitan, ataukah cara lain yang ujungnya
memberikan manfaat instan bagi mereka.
sebuah ironi memang melihat Ujian akhir yang seharusnya dinyatakan
sebagai indicator peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia namun dalam
pelaksanaannya masih terdapat beberapa hal yang kurang mengenakkan. hal ini
sebagian besar terjadi karena Ujian Nasional hanya dianggap sebagai kompetisi
instan tahunan yang tidak memiliki tindak lanjut berarti setelah dilaksanakan.
evaluasi terhadap pelaksanaan UN juga hanya menjadi sia-sia belaka karena tidak
pernah menjadi bahan pelajaran bagi UN selanjutnya. karena seperti yang bisa
dilihat saat ini, UN hanyalah menjadi ajang pencitraan bagi sekolah agar dalam
tahun ajaran selanjutnya mampu menarik siswa baru sebanyak-banyaknya.
Namun ada satu hal yang menggelitik dari pikiran saya tentang Ujian
Akhir ini. Karena Ujian akhirpun menjadi jalan taubat baru bagi para siswa.
Kengerian tak lulus UN bahkan lebih berbahaya dibandingkan datangnya hari
Kiamat yang katanya tahun 2012 lalu. tak lulus UN bisa menjatuhkan martabat
seorang siswa, menghilangkan kepercayaan diri, menimbulkan frustasi bahkan
menjadi sebab utama untuk mengakhiri hidup. berbondong-bondong para siswa
melakukan tobat massal, bahkan ada beberapa sekolah yang memberikan media untuk
menampung aspirasi taubat para siswanya dengan melaksanakan tabligh akbar,
memberikan sumbangan ke panti asuhan dengan harapan didoakan agar diluluskan
atau sekedar melaksanakan malam renungan dengan mengundang tokoh agama yang
punya keahlian mengucurkan air mata manusia agar ingat pada dosa-dosanya.
saking ngerinya tak lulus UN, beberapa siswa sampai menziarahi beberapa makam
ulama-ulama hanya untuk minta diluluskan UN. jadi jangan heran kalau dalam
waktu dekat ini anda mendapatkan kiriman pesan singkat bernada kurang lebih
seperti ini “Maafkan segala kesalahan saya selama ini. Itu semua hanyalah
kekhilafan dari seorang hamba yang tak berdaya…..Mohon do’anya agar saya
diluluskan Ujian Akhir tahun ini…..Amin”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar